RESUME
BUKU ILMU HUKUM
“Hukum
Laut Indonesia”
(
P. Joko Subagyo, S.H. )
Diajukan
kepada,
Drs.
Agus Suharsono, M, Si
Sebagai,
Tugas
Resume Buku Pengantar Ilmu Hukum
Oleh,
Agus Wedi
NIM.
150910201053
PROGRAM
STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
JURUSAN
ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
JEMBER
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.Kelaulatan
Wilayah suatu negara selain kita kenal udara dan darat
juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh
setiap negara, hanya negara-negara tertentulah yang mempunyai wilayah laut
yaitu negara di mana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. Laut adakalanya
merupakan batas suatu negara dengan negara lain dengan titik batas yang
dientukan melalui ekstradisi bilateral atau multilateral yang berarti pula
merupakan batas kekuasaan suatu negara, sejauh garis terluar batas wilayahnya.
Dalam perkembangan
hukum internasional, batas kekuasaan yang merupakan batas wilayah suatu negara
sangat dipegang erat, pelanggaran terhadap wilayah suatu negara dapat berakibat
fatal bahkan dapat menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut
akan berakibat peperangan.
Penentuan batas wilayah
yang meliputi kelautan di dalam pembuatannya selalu memperhatikan bentuk
konsekuensi dan pertimbangan lalin sehingga kepentingannnya sama-sama berjalan.
Dalam pertimbangan secara umum dapat memperhatikan:
-
Keadaan geografi
-
Strategi
-
Kesamarataan
Bagi negara-negara yang wilayahnya berbatasan dengan
wilayah negara lain batasnya tidak ditentukan secara sepihak, melainkan
memperhatikan:
-
Historisnya, dan
-
Perjanjian yang dilakukan
Upaya
yang dilakukan untuk membentuk dan melahirkan ketentuan yang dapat diterapkan
secara internasional terus dilakukan dengan melihat gambaran keadaan ptaktek
penentuan batas wilayah laut dari masing-masing negara pantai.
-
Pada tahun 1936 elah diadakan konferensi
kodifikasi di Den Haag
-
Pada tahun 1939l, dikeluarkan ordonansi
yang mengatur batas lebar laut teritorial sejauh 3 mil laut.
-
Pada tahun 1958, diadakan konferensi
hukum laut di jenewa belum mampu menghasilkan kesepakatan internasional dalam
jarak 3 mil laut.
-
Pada tahun 1960, diadakan konferensi di jenewa
( hukum laut II) belum menghasilkan kesepakatan
-
Pada tahun 1974, diadakan konferensi
hukum laut di Caracas Venezuela yang menentukan jarak wilayah laut teritorial
sejauh 12 mil laut.
-
Pada tahun 1982, diadakan konferensi
hukum laut III dan diperoleh kesepakatan bersama dalam jarak sejauh 12 mil
laut.
Dalam perkembangan
ditetapkannya wawasan nusantara sebagai konsepsi kesatuan wilayah, bangsa dan
negara dengan memandang Indonesia sebagai satu kesatuan yang meluputi tanah
(darat), udara di atasnya dan air (lautan) secara tidak terpisah, meliputi
segala bidang kehidupan:
-
Politik
-
Ekonomi
-
Budaya
-
Hankam
B. Perkembangan
Wilayah Kelautan
Pada zaman modern ini dengan dikeluarkannya berbagai
peraturan tentang kelautan untuk mengukur jarak laut dari wilayah darat yang
diberlakukan secara universal, secara yuridis telah memberikan kepastian hukum
yang dianut oleh hukum internasional dan secara faktual dapat merupakan
perluasan wilayah kekuasaannya. Apabila dikaji lebih jauh, pada saat ini
kesempatan untuk memperluas wilayah kekuasaan tidaklah seperti pada zaman
sebelumnya yang masih memungkinkan untuk mengadu kekuatan guna pemekaran
wilayahnya.
Tanggal 13 Desember
1957 Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan pernyataan yang dikenal dengan
“Deklarasi H. Djuanda” :
“Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang
menghubungkan pulau-pulau atau bagaian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara
Republik Indonesia dengan idak memandang luas atau lebarnya adalah bagian yang
wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan demikian merupakan
bagian daripada perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak dari
negara Republik Indonesia”.
C. Kekayaan Laut dan Pengelolaannya
Semakin disadari bahwa laut selain berfungsi sebagai
penhubung wilayah satu dan lainnya dalam memperlancar hubungan transportasi,
juga kekayaan yang terkandung di dalamnya sangat menopang hidup dan kehidupan
rakyat banyak. Namun dengan potensi kekayaan yang ada dapat menimbulkan bencana
apabila dalam pengelolaannya tanpa memperhatikan batas kemampuan alam.
Kerusakan lingkungan laut sebagai akibat dari tindakan
yang dilakukan tanpa memperhatikan lingkungannya, meskipun akibat tersebut
belum dirasakan saat ini dan baru terasa setelah regenerasi nanti.
Undang-undang Nomor 9 tahun 1985 dan diterapkan oleh menteri yang berwewenang,
yaitu mengenai:
1. Alat
penangkapan ikan yang diizinkan
2. Syarat-syarat
teknis perikanan yang harus dipenuhi oleh kapal perikanan
3. Jumlah
yang boleh ditangkap dan jenis serta ukuran ikan yang tidak boleh ditangkap
4. Memperhatikan
daerah, jalur dan waktu atau musim penangkapan
5. Pencegahan
pencemaran dan kerusakan, rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta
lingkungannya
6. Penebaran
ikan jenis baru
7. Pembudidayaan
ikan dan perlindungannya
8. Pencegahan
dan pemberantasan hama serta penyakit ikan
Diperairan laut
Indonesia terdapat bermacam-macam jenis ikan termasuk biota perairan lainnya,
yang meliputi (penjelasan pasal 1 ayat 2 UU perikanan) :
-
Pisces (ikan bersirip)
-
Crustacea (udang, rajungan, kepiting)
-
Mollusca (kerang, tiran, cumi-cumi,
gurita, siput)
-
Coelenterata (ubur-ubur)
-
Echinodermata (tripang, bulu babi)
-
Amphibia (kodok)
-
Reptilia (buaya, penyu, kura-kura,
biawak, ular air)
-
Mamalia (paus, lumba-lumba, pesut, duyung)
-
Algae (rumput laut, tumbuh-tumbuhan lain
yang hidup di air)
Setiap kegiatan harus
perlu diperhatikan, antara lain :
-
Keamanan alur pelayaran
-
Dicegah terjadi pengkaratan (krosi) dan
erosi terhadap pipa penyalur
-
Tidak menimbulkan kerusakan terhadap kabel-kabel
atau instalasi yang telah ada
-
Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
BAB
II
NEGARA
KEPULAUAN
A.
Kelautan
Negara
Kedaulatan
atau dalam bahasa asingnya souberaignity bermakna kekuasaan tertinggi dalam
suatu negara yang di dalam negara tersebut tidak dihinggapi adanya kekuasaan
lain. Jean Bodin mengungkapkan kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi dalam
suatu negara untuuk menentukan hukum dalam negara tersebut dan sifatnya:
tunggal, asli, abadi serta tidak dapat dibagi-bagi.
Ditilik
dari sejarahnya adanya negara itu karena perkembangan kebutuhan manusia yang
ingin hidup dalam keteraturan dengan koordinsi mapan. Sesuai dengan kemampuan
dan kecakapan yang dimilikinya maka mereka mempunyai tugas sendiri-sendiri dan
bekerja sama untuk memenuhi kepentingan mereka bersama.
1. Kebiasaan
Internasional
Kebiasaan
di sini merupakan suatu pola tindak dari serangkaian tindakan mengenai suatu
hal dan dilakukan secara berulang-ulang, hal ini tergantung dari situasi dan
kondisi setempat serta kebutuhannya.
2. Perjanjian
Internasional
Perjanjian
diadakan oleh bangsa sebagai subyek hukum internasional, bertujuan untuk
menggariskan hak dan kewajiban yang ditimbulkan serta akibat lainnya yang
berpengaruh bagi para pihak pembuat perjanjian. Para pihak terikat dan tunduk
pada perjanjian sesuai dengan ketentuan yang menjadi kesepakatan atau lebih
(multilateral).
B.
Kewenangan
dalam Wilayah Lautan
Laut
sebagai wilayah teritorial, merupakan daerah yang menjadi tanggung jawab
sepenuhnya negara yang bersangkutan dengan penerapan hukum yang berlaku di
wilayahnya yaitu hukum nasional negara yang bersangkutan. Lautan yang
membentang luas dengan posisi untuk menghubungkan wilayah daratan satu dengan
yang lain dan kemungkinan berlaku hukum yang berbeda, didasari atau tidak pada
dasarnya setiap insan manusia mempunyai hak untk menikmati kekayaan yang
terkandung di dalamnya.
Setiap
negara, baik negara pantai maupun negara tidak berpantai mempunyai kebebasan
untk melakukan kegiatan-kegiatannya dengan tetap memperhatikan ketentuan yang
telah disyaratkan oleh hukum internasional, yang merupakan kesepakatan bersama
antara lain kebebasan tersebut meliputi :
-
Kebebasan melakukan navigasi
-
Kebebasan penangkapan ikan
-
Kebebasan memasang kabel dan pipa
saluran di bawah permukaan air laut
-
Kebebasan melakukan penerbangan di atas
laut lepas
C.
Lintasan
Damai Kendaraan Asing
Menurut
ketentuan hukum internasional, pada umumnya laut merupakan wilayah lintas damai
bagi kendaraan asing, sehingga tidak menunjukkan adanya monopoli bagi negara
hukum dalam memanfaatkan sarana laut sebagi lintas transportasi air. Pelayaran
selama tidak bertentangan dengan kemanana, ketertiban umum serta kepentingan
lainnya yang tidak mengganggu kepentingan dan perdamaian negara republik
Indonesia. Dan maksud dari pelayaran adalah untuk melintasi laut wilayah dan
perairan pedalaman Indonesia dengan lintasan :
a. Dari
laut bebas ke suatu pelabuhan Indonesia dan sebaliknya
b. Dari
laut bebas ke laut bebas pasal 12 ayat (1)
Maksud dikeluarkannya peraturan pemerintah yang
mengatur masalah lintas damai ini, adalah :
1.
Mendukung dalam menjamin kelancaran
pelayaran internasional, sehingga pelayaran dengan maksud damai dapat terpenuhi
kepentingannya, dengan mengindahkan segala ketentuan yang telah digarikan oleh
pemerintah Indonesia.
2.
Dilindungi dan dipenuhinya hak serta
kewajiban di perairan Indonesia, sehingga secara jelas dan tegas di dalam
pelaksanaannya tidak akan menimbulkan kebabaran yang mengakibatkan
kesalahpahaman sehingga tidak mendukung petsetujuan internasional.
3.
Menghilangkan atau mengurangi penyelewangan
di laut yang dilakkan oleh kendaraan asing dalam operasinya melintasi wilayah
perairan Indonesia.
Mengingat kekayaan
Indonesia maka Indonesia diakuinya secara resmi Indonesia sebagai negara
kepulauan (konvensi hukum laut III/1982) maka dalam wilaya lautannya dikenal
adanaya perairan kepulauan.
D.
Perlindungan
dan Pemeliharaan Lingkungan Laut
Kemajuan
teknologi dewasa ini telah berkembang jenis alat penangkapan ikan yang
dimaksudkan untuk mempermudah cara penangkapan dan menghasilkan yang semaksimal
mungkin, kondiri yang demikian itu apabila tanpa memperhatikan ekologinya akan
berakibat :
-
Kepunahan jenis ikan tertentu
-
Kemunduran bagi perusahaan yang
operasionalnya tergantung dari penangkapan jenis ikan tertentu yang
bersangkutan
-
Fungsi kemajuan teknologi di bidang
perikanan berangsur-angsur akan mengalami kepunahan
E.
Pengaruh
Konferensi Hukum Laut bagi Negara Kepulauan
Masalah
kelautan timbul adanya keperluan berbagai pihak yang ingin memangaatkan segala
fasilitas laut. Tumbuh berkembangnya hukum laut selain karena adanya kepeningan
dengan alasan milik bersama, juga perlu dijaga :
-
Kepentingan yang berkaitan dengan
keamanaan dan stabilitas negara
-
Terbatasnya sumber daya, apabila tanpa
memperhatikan kemampuan laut
-
Pembagian kepentingan
-
Menjaga dan menuju pelestarian
lingkungan laut dengan segala ekosistemnya
Secara rinci pengaruh konferensi hukum laut tersebut di
atas bagi negara pantai maupun negara lainnya sebagai berikut :
1. Dapat
membentuk negara kepulauan, menjamin kepentingan negara tersebut
2. Memberikan
kesempatan negara pantai untukk memperlakukan perluasan wilayah laut
3. Memperluas
tanggung jawab negara pantai terhadap lautan
4. Berkurangnya
wilayah laut bebas menjadi laut territorial
5. Mendukung
pelestarian lingkungan laut yang harus di jaga oleh hukum nasional suatu negara
6. Mengurangi
kebebasan yang semula ada bagi para pengelolaan lautan
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari
pulau-pulau dan bagian pulau-pulau dengan 2/3 wilayahnya merupakan wilayah
lautan. Dalam sejarah negara Infonesia di mana wilayah lautnya dlam jarakn 3-6
mil laut diubah menjadi 12 mil laut sebagai perkembangan diundangkannya UU No.
17 tahun 1985 yang meratifikasi konvensi hukum laut tersebut, lebih jauh akan
menyatukan dan mewujudkan cita-cita bangsa sebagai negara kepulauan.
Negara kepulauan yang
diakui secara resmi melalui konvensi hukum laut II tersebut mempunyai kewajiban
:
1. Menghormati
perjanjian internasional yang sudah ada
2. Menhormati
kegiatan-kegiatan lain yang sah dari negara tetangga yang langsung berdampingan
3. Menghormati
hak-hak tradisional penangkapan ikan
4. Menghormati
dan memperhatikan kabel laut yang ada di bagian tertentu perairan pedalaman
yang dahulu merupakan laut bebas.
BAB
III
WILAYAH
DASAR LAUT
A.
Kawasan
Dasar Laut
Lautan yang merupakan
wilayah air pada dasarnya dapat dibagi dalam 3 bagian :
1. Permukaan
lautan
2. Dalam
lautan
3. Dasar
lautan
Sedangkan
apabila wilayah perairan (laut) bukan merupakan teritorial suatu negara,
berarti hukum internasional yang berlaku dan menguasai wilayah tersebut, bukan
diperlakukan hukum nasional negara mana pun.
Pelayaran
di laut lepas merupakan kebebasan dalam arti tidak ada keterikatan dengan suatu
kedaulatan maupun hukum nasional suatu negara, namun dalam wilayah ini bukan
berarti dalam melakukan apa saja melainkan harus tetap memperhatikan konvensi
hukum laut internasional yang mangatur masalah laut lepas.
B.
Landas
Kontinen
Dalam
Undang-undang Nomor 19 tahun 1961 khususnya tentang konvensi mengenai dataran
kontinental, pada penjelasan pasal 2-nya diungkapkan bahwa negara pantai
mempunyai kedaulatan atas kontinentalnya.
Pemerintah mengeluarkan
pelanggaran yang telah dikeluarkan pemerintah Indonesia akan mendapatkan
ganjaran berupa :
-
Diancam dengan hukuman penjara
selama-lamanya 6 tahun, atau
-
Denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,00
Pelanggaran dengan ancaman tersebut di atas
dikenakan terhadap :
1. Pelanggaran
atas ketentuan eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam
2. Pelanggaran
atas ketentuan penyelenggaraan penyelidikan ilmiah kekayaan alam
3. Dalam
melakukan eksplorasi, eksploitasi dan penyelidikanilmiah sumber kekayaan alam
di laut kontinen Indonesia, sehingga menimbulkan pencemaran atas :
-
Air laut di landas kontinen Indonesia
-
Meluapnya pencemaran
Kemudahan yang diberikan dalam melaksanakan
eksplorasi maupun eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam dapat diperoleh
berupa :
-
Dapat dibangunnya instalasi-instalasi di
landas kontinen
-
Dapat digunakannya kapal-kapal dan
alat-alat lainnya untuk kepentingan kegiatan
-
Dapat dilakukan kegiatan pemeliharaan
instalasi-instalasi atau alat-alat yang ada
Dalam
menghadapi dan menyelesaikan permasalah tersebut diatas diberlakkan segala
peraturan perundangan yang ada dan relevan dengan masalahnya, tindakan sepihak
dari pemerintah Indonesia dapat dilakukan dengan mengambil langkah kebihakan
sebagai berikut:
-
Menghentikan sementara waktu kegiatannya
-
Mencabut izin usaha untk tidak melakukan
usahanya di wilayah landas kontinen Indonesia
C.
Kewenangan
Negara Pantai
Istilah
dataran kontingen yang dipergunakan untuk pengertian continental shelf dan
istilah landas kontinen, hal ini menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH
diungkapkan bahwa : “untuk membedakan dua pengertian yang berlainan isinya di
dalam bahasa Indonesia digunakan dataran kontinen untuk pengertian continental shelf dalam arti geologis, sedangkan pengertian
hukum yang kemudian berkembang daripadanya dinamakan landas kontinen”.
Kewenangan
yang dimiliki negara pantai berupa tindakan-tindakan untuk mengambil kebijakan
atas hak-haknya yang digunakan untuk membangun maupu memeliharan instalasi-instalasi, tidak akan
mempengaruhi adanya :
1. Luasnya
lautan bebas yang sah pada perairan itu
2. Territorial
negara
3. Pemasangan
saluran pipa
4. Melakukan
usaha-usaha penyelidikan di dataran kontinental.
Dalam penyelidikan ini
negara pantai mempunyai hak untuk :
a. Ikut
serta dalam penyelidikan, atau
b. Keikutsertaannya
dengan cara mewakilkan.
D.
Persetujuan
Pemerintah Indonesia dengan Beberapa Negara dalam Penetapan Garis Batas Landas
Kontinen
Dalam
usaha untuk mempererat ikatan tali persahabatan antar negara tetangga khususnya
antara pemerintah/negara Indonesia dengan beberapa negara tetangga yang
berbatasan, perlu dilakukan bentuk suatu persetujuan dalam menciptakan
kerjasama baik secara bilateral maupun multilateral.
BAB
IV
ZONA
EKONOMI EKSKLUSIF (ZEE)
A.
Konvensi
Hukum Laut Internasional
(UU No. 17 Tahun 1985)
Pengaturan masalah kelautan semakin disadari keprluannya
dalam pelayaran internasional, dimaksudkan untuk memberikan kesatuan pandangan
dan penafsiran dalam memanfaatkan kepentingan laut.
Secara material konvensi hukum laut tahun 1982
dengan konvensi sebelumnya ada beberapa perbedaan :
Pertama
: Tentang
landas kontinen
Di mana pada konvensi hukum laut di Jenewa tahun 1958
dalam penentuan landas kontinen adalah kedalaman air 200 M atau kemampuan dalam
melakukan ekpolari.
Kedua
: Tentang
laut teritorial
Dalam konvensi hukum laut tahun 1958 dan tahun 1960 tidak
dapat memecahkan persoalan lebar laut teritorial yang dapat digunakan sebagai
patokan secara umum karena tidak ada keseragama penentuakn lebar laut tritorial
dan masing-masing negara memperhatikan kepentingannya sendiri.
Ketiga
: Tentang
laut lepas
Dalam konvensi Jenewa tahun 1958 wilayah laut lepas
dimulai dari batas terluar laut teritorial, sedangkan dalam konvensi tahun 1982
bahwa laut lepas tidak mencakup zona ekonomi eksklusif, laut teritorial
perairan pedalamn dan perairan kepulauan.
B.
Zona
Ekonomi Ekslusif Indonesia ( Z E E I )
Wilayah
perekonomian yang merupakan zona laut dengan kewenangan sebatas di bidang
perekonomian saja masing-masing memberikan kemudahan lain sepanjang berkaitan
dengan lintas damai.
Ketentuan umum
undang-undang tentang ZEEI ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan sumber daya
alam hayati adalah suma jenis binatang dan tumbuhan termasuk bagian-bagiannya
yang terdapat di dasar laut dan ruang air di zona ekonomi eksklusif Indonesia.
Sedangkan yang dimaksud dengan sumber daya alam non hayati adalah unsur alam di
luar sumber daya alam hayati yang terdapat di dasar laut dan tanah di bawahnya
serta ruang air di zona ekonomi ekslusif Indonesia.
C.
Hak
dan Kewajiban di ZEEI
Suatu
keadaan yang dimungkinkan terjadi dalam menentukan batas zona ekonomi eksklusif
antara negera Indonesia dengan negara lain bertetangga, pantai saru dan lainnya
berhadap-hadapan serta berbatasan, maka dalam penentuan batasnya dilakukan
dengan melalui pembicaraan atau perundingan, seperti pasal 3 UU No. 5/1983.
Dengan memperhatikan
keadaan ersebut di atas pada Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia mempunyai dan
melaksanakan :
1. Hak
berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pengelolaan dan berupaya
untuk melindungi
2. Hak
untuk melaksanakan penegakan hukum dilakukan oleh aparat yang menangani secara
langsung
3. Hak
untuk melaksanakan hot porsuit terhadap kapal-kapal asing yang melakukan
pelanggaran atas ketentuan ZEEI
4. Hak
ekslusif untuk membangun, mengizinkan dan mengatur pembangunan
5. Hak
untuk menentukan kegiata ilmiah berupa penelitian dengan diterima permohonan
yang diajukan pada pemerintah
D.
Penegakan
Hukum di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia
Jarak
200 mil laut yang merupakan wilayah ekonomi dengan kedaulatan yang melekat
khususnya berkaitan dengan masalah ekonomi, mengandung arti bahwa untuk hal
yang tidak berkaitan dengan kegiatan ekonomi Indonesia tidak mempunyai kekuasan
untuk mengatur kecuali yang berakibat pencemaran laut. Aparat penegak hukum
ZEEI Indonesia dalam memelihara zona mengambil langkah menurut peraturan
perundangan UU No. 5 tahun 1983, KUHAP, KUHP dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Apabila berpegang pada
teori yang biasanya ada 4 asas mengenai berlakunya KUHP
1. Asas
territorial atau asas wilayah
2. Asas
nasional aktif atau personalitas
3. Asas
nasional pasif atau asas perlindungan
4. Asas
universalitas
E.
Pidana
dan Jenis Tindak Pidana
Merupakan
sanksi terhadap tindakan yang melanggar suatu ketentuan tertentu sehingga dapat
diancam pidana berupa :
a. Hukuman
pokok, yang meliputi :
1. Hukuman
mati
2. Hukuman
penjara
3. Hukuman
kurungan
4. Hukuman
denda
b. Hukuman
tambahan yaitu :
1.
Pencabutan beberapa hak-hak tertentu
2.
Perampasan barang tertentu
3.
Pengumuman putusan hakim
Dalam undang-undang No.
5 tahun 1983 mengatur tentang keadaan ZEEI Indonesia terdiri dari 21 pasal dan
hanya 2 pasal yang mengatur masalah pidana yaitu pasal 16 dan pasal 17. Dengan
tujuan yang terdapat dalam pasal 4 :
a. Tercapainya
keselarasan hubungan manusia dengan lingkungan hidup untu membangun Indonesia
seutuhnya
b. Terkendalinya
pemanfaatan sumber daya secara bijaksana
c. Terwujudnya
manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan hidup.
BAB.
V
PENELAAHAN
KASUS
A.
Kapal
Chyag Tai Nomor I dan Chyag Tai Nomor II
1.
Kasus Posisi
Pada
hari Senin tanggal 1 Juni 1991, di perairan Laut China Selatan zona ekonomi
ekslusif Indonesia masuk dua kapal KM. Chyag Tai Nomor I dan KM. Chyag Tai
Nomor II berbendera Taiwan diduga menangkap ikan secara tidak sah. Berjumlah 23
orang melawan hukum penangkapan ikan di ZEEI tanpa surat izin penangkapan dari
Pemerintah Indonesia, dibawa oleh KRINALA-363 ke wilayah hukum Pengadilan
Negeri Tanjung Pinang.
Pada
waktu saksi melakukan penggeledahan ditemukan :
·
Jaring dalam keadaan tidak terbungkus
rapi
·
Ada yang masih dalam keadaan terurai ke
laut
·
Jaring dalam keadaan basah dan di
dalamnya terdapat beberapa ikan kecil yang masih dalam keadaan segar
·
Di dalam palka ditemukan jenis ikan
dengan berat kurang lebih 15 ton
·
Ditemukan berbagai ikan taksir berat
kurang lebih 12 ton
2.
Tuntutan
Jaksa
penuntut umum mengajukan tuntutannya sebagai berikut :
1) Menyatakan
para terdakwa bersalah melakukan tindakan pidana ini
2) Menjatuhkan
pidana
3) Menyatakan
barang bukti
4) Membebankan
biaya perkara Rp. 5.000,- secara tanggung renteng kepada para terdakwa
3.
Putusan Hakim Pengadilan Negeri
Para
terdakwa dibebaskan dan menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut umum batal demi
hukum, serta membatalkan penyitaan terhadap barang bukti dan mengembalikannya
kepada para terdakwa, berupa :
1.
Dua buah kapal ikan dan perlengkapannya
2.
Uang hasil pelelangan ikan sebesar Rp.
8.924.000,-
3.
Uang sebesar $1.500.
4. Upaya
Hukum (Kasasi)
Keberatan
diajukan oleh pemohon pada dasarnya sebagai berikut :
1)
Putusan pengadilan Negeri membebaskan
para terdakwa adalah hak tidak murni
2)
Bahwa pengadilan Negeri salah
menerapkanhukum atau tidak merupakakn hukum sebagaimana mestinya
3)
Cara mengadili tidak dilaksanakan
menurut ketentuan undang-undang
5. Pertimbangan
Mahkamah Agung
Mahkamah
Agung berpendapat :
1)
Pengadilan Negeri dengan putusan
“membebaskan terdakwa-terdakwa” adalah membebaskan terdakwa-terdakwa dari
segala tahanan dan bukan pembebasan terdakwa-terdakwa dari segala dakwaan
2)
Keberatan dari jaksa penuntut umum dapat
dibenarkan dengan alasan-alasan
6. Putusan
Mahkamah Agung
Menyatakan
para terdakwa beserta hukuman:
1) Terdakwa
1 dengan pidana denda sebesar Rp. 20.000.000,00
2) Terdakwa
2 dengan pidana denda sebesar Rp. 15.000.000,00
3) Terdakwa
3 dengan pidana denda sebesar Rp. 10.000.000,00
4) Terdakwa
4 dengan pidana denda sebesar Rp. 10.000.000,00
Menyatakan
barang bukti berupa :
1.
Kapal ikan KM. Chyag Tai No. I beserta
peralatannya
2.
Kapal ikan KM. Chyag Tai No. II besrta
peralatannya
3.
Uang hasil lelang ikan sebesar Rp.
8.924.000.00
B. Kapal Hung Tung I
1. Kasus
Posisi
Pada
tanggal 27 Oktober 1985 ketika kapal TNI-AL RI menginsidi sedang melakukan
patroli di wilayah perairan Republik Indonesia telah bertemu dengan kapal
berndera asing (Taiwan) di wilayah perairan propinsi Sulawesi Utara.
2. Penyelidikan
Penyelidikan
sesuai dengan pasal 14 undang-undang Nomor 5 tahun 1983, penyidikan dilakukan
terhadap tersangka sebanyak 16 orang, masing-masing mereka mengakui bahwa :
-
Telah memasuki wilayah perairan
Indonesia
-
Masing-masing mempunyai buku pelaut dan
mengakui kapalnya tidak dilengkapi izin untuk berlayar
-
Tersangka mengatakan bahwa sejak
berangkat dari Taiwan tujuan mengangkap ikan di perairan Australia
-
Tersangka tidak tahu kalau berlayar di
Indonesia jaring penangkapan harus terbungkus rapi dan tersimpan dalam paika
3. Dakwaan
Jaksa Penuntut Umum
Terdakwa
telah melakukan percobaan usaha penangkapan ikan tanpa memiliki izin usaha
perikanan dari pemerintah RI. Bahkan keberadaan mereka terdakwa di wilayah
kedaulatan RI tanpa memiliki dokumen imigrasi yang sah.
4. Putusan
Pengadilan Negeri
Terdakwa 1, dengan
denda Rp. 20.000.000,00 kalau tidak dibayar diganti dengan kurungan 6 bulan
Terdakwa 2, 3, 4 dengan
denda Rp. 10.000.000,00 kalau tidak dibayar diganti dengan kurungan 5 bulan
Terdakwa 5, 6 dengan
denda Rp. 150.000,00 kalau tidak dibayar diganti dengan kurungan 1 bulan.
Selain daripada itu
barang bukti berupa 1 kapal ikan Hung Tung I beserta perlengkapannya dirampas
untuk negara dan terdakwa 1 sampai 6 membayar biaya perkara masing-masing Rp.
7.500,00,-
5. Putusan
Pengadilan Tinggi
Dalam
pemeriksaan tingkat banding, putusan pengadilan negeri telah diperbaiki oleh
pengadilan tinggi Manado tanggal 24 Juni 1986 Nomor 54/Pid/1986/PT.mdo. dalam
hal ini diubah mengenai pidananya dan barang bukti
6. Putusan
Mahkamah Agung
Ternyata
Mahkamah Agung dengan putusan Nomor 1647 K/Pid/1987 tanggal 4 Pebruari 1987
menolak permohonan kasasi. Dengan putusan Mahkamah Agung tersebut, maka putusan
Pengadilan Tinggi Manado Nomor 54/Pid/1986 PT. Mdo telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar