Minggu, 15 Mei 2016

Resume Buku Ilmu Hukum Laut Indonesia


RESUME BUKU ILMU HUKUM
“Hukum Laut Indonesia”
( P. Joko Subagyo, S.H. )

Diajukan kepada,
Drs. Agus Suharsono, M, Si

Sebagai,
Tugas Resume Buku Pengantar Ilmu Hukum


Oleh,
Agus Wedi
NIM. 150910201053


PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.Kelaulatan
            Wilayah suatu negara selain kita kenal udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara tertentulah yang mempunyai wilayah laut yaitu negara di mana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. Laut adakalanya merupakan batas suatu negara dengan negara lain dengan titik batas yang dientukan melalui ekstradisi bilateral atau multilateral yang berarti pula merupakan batas kekuasaan suatu negara, sejauh garis terluar batas wilayahnya.
Dalam perkembangan hukum internasional, batas kekuasaan yang merupakan batas wilayah suatu negara sangat dipegang erat, pelanggaran terhadap wilayah suatu negara dapat berakibat fatal bahkan dapat menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan berakibat peperangan.
Penentuan batas wilayah yang meliputi kelautan di dalam pembuatannya selalu memperhatikan bentuk konsekuensi dan pertimbangan lalin sehingga kepentingannnya sama-sama berjalan.
Dalam pertimbangan secara umum dapat memperhatikan:
-          Keadaan geografi
-          Strategi
-          Kesamarataan
Bagi negara-negara yang wilayahnya berbatasan dengan wilayah negara lain batasnya tidak ditentukan secara sepihak, melainkan memperhatikan:
-          Historisnya, dan
-          Perjanjian yang dilakukan
Upaya yang dilakukan untuk membentuk dan melahirkan ketentuan yang dapat diterapkan secara internasional terus dilakukan dengan melihat gambaran keadaan ptaktek penentuan batas wilayah laut dari masing-masing negara pantai.
-          Pada tahun 1936 elah diadakan konferensi kodifikasi di Den Haag
-          Pada tahun 1939l, dikeluarkan ordonansi yang mengatur batas lebar laut teritorial sejauh 3 mil laut.
-          Pada tahun 1958, diadakan konferensi hukum laut di jenewa belum mampu menghasilkan kesepakatan internasional dalam jarak 3 mil laut.
-          Pada tahun 1960, diadakan konferensi di jenewa ( hukum laut II) belum menghasilkan kesepakatan
-          Pada tahun 1974, diadakan konferensi hukum laut di Caracas Venezuela yang menentukan jarak wilayah laut teritorial sejauh 12 mil laut.
-          Pada tahun 1982, diadakan konferensi hukum laut III dan diperoleh kesepakatan bersama dalam jarak sejauh 12 mil laut.
Dalam perkembangan ditetapkannya wawasan nusantara sebagai konsepsi kesatuan wilayah, bangsa dan negara dengan memandang Indonesia sebagai satu kesatuan yang meluputi tanah (darat), udara di atasnya dan air (lautan) secara tidak terpisah, meliputi segala bidang kehidupan:
-          Politik
-          Ekonomi
-          Budaya
-          Hankam
B. Perkembangan Wilayah Kelautan
            Pada zaman modern ini dengan dikeluarkannya berbagai peraturan tentang kelautan untuk mengukur jarak laut dari wilayah darat yang diberlakukan secara universal, secara yuridis telah memberikan kepastian hukum yang dianut oleh hukum internasional dan secara faktual dapat merupakan perluasan wilayah kekuasaannya. Apabila dikaji lebih jauh, pada saat ini kesempatan untuk memperluas wilayah kekuasaan tidaklah seperti pada zaman sebelumnya yang masih memungkinkan untuk mengadu kekuatan guna pemekaran wilayahnya.
Tanggal 13 Desember 1957 Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan pernyataan yang dikenal dengan “Deklarasi H. Djuanda” :
            “Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagaian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia dengan idak memandang luas atau lebarnya adalah bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak dari negara Republik Indonesia”.
C. Kekayaan Laut dan Pengelolaannya
            Semakin disadari bahwa laut selain berfungsi sebagai penhubung wilayah satu dan lainnya dalam memperlancar hubungan transportasi, juga kekayaan yang terkandung di dalamnya sangat menopang hidup dan kehidupan rakyat banyak. Namun dengan potensi kekayaan yang ada dapat menimbulkan bencana apabila dalam pengelolaannya tanpa memperhatikan batas kemampuan alam.
            Kerusakan lingkungan laut sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan tanpa memperhatikan lingkungannya, meskipun akibat tersebut belum dirasakan saat ini dan baru terasa setelah regenerasi nanti. Undang-undang Nomor 9 tahun 1985 dan diterapkan oleh menteri yang berwewenang, yaitu mengenai:
1.      Alat penangkapan ikan yang diizinkan
2.      Syarat-syarat teknis perikanan yang harus dipenuhi oleh kapal perikanan
3.      Jumlah yang boleh ditangkap dan jenis serta ukuran ikan yang tidak boleh ditangkap
4.      Memperhatikan daerah, jalur dan waktu atau musim penangkapan
5.      Pencegahan pencemaran dan kerusakan, rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta lingkungannya
6.      Penebaran ikan jenis baru
7.      Pembudidayaan ikan dan perlindungannya
8.      Pencegahan dan pemberantasan hama serta penyakit ikan
Diperairan laut Indonesia terdapat bermacam-macam jenis ikan termasuk biota perairan lainnya, yang meliputi (penjelasan pasal 1 ayat 2 UU perikanan) :
-          Pisces (ikan bersirip)
-          Crustacea (udang, rajungan, kepiting)
-          Mollusca (kerang, tiran, cumi-cumi, gurita, siput)
-          Coelenterata (ubur-ubur)
-          Echinodermata (tripang, bulu babi)
-          Amphibia (kodok)
-          Reptilia (buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air)
-          Mamalia (paus, lumba-lumba, pesut, duyung)
-          Algae (rumput laut, tumbuh-tumbuhan lain yang hidup di air)
Setiap kegiatan harus perlu diperhatikan, antara lain :
-          Keamanan alur pelayaran
-          Dicegah terjadi pengkaratan (krosi) dan erosi terhadap pipa penyalur
-          Tidak menimbulkan kerusakan terhadap kabel-kabel atau instalasi yang telah ada
-          Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan

BAB II
NEGARA KEPULAUAN
A.    Kelautan Negara
Kedaulatan atau dalam bahasa asingnya souberaignity bermakna kekuasaan tertinggi dalam suatu negara yang di dalam negara tersebut tidak dihinggapi adanya kekuasaan lain. Jean Bodin mengungkapkan kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi dalam suatu negara untuuk menentukan hukum dalam negara tersebut dan sifatnya: tunggal, asli, abadi serta tidak dapat dibagi-bagi.
Ditilik dari sejarahnya adanya negara itu karena perkembangan kebutuhan manusia yang ingin hidup dalam keteraturan dengan koordinsi mapan. Sesuai dengan kemampuan dan kecakapan yang dimilikinya maka mereka mempunyai tugas sendiri-sendiri dan bekerja sama untuk memenuhi kepentingan mereka bersama.
1.      Kebiasaan Internasional
Kebiasaan di sini merupakan suatu pola tindak dari serangkaian tindakan mengenai suatu hal dan dilakukan secara berulang-ulang, hal ini tergantung dari situasi dan kondisi setempat serta kebutuhannya.
2.      Perjanjian Internasional
Perjanjian diadakan oleh bangsa sebagai subyek hukum internasional, bertujuan untuk menggariskan hak dan kewajiban yang ditimbulkan serta akibat lainnya yang berpengaruh bagi para pihak pembuat perjanjian. Para pihak terikat dan tunduk pada perjanjian sesuai dengan ketentuan yang menjadi kesepakatan atau lebih (multilateral).
B.     Kewenangan dalam Wilayah Lautan
Laut sebagai wilayah teritorial, merupakan daerah yang menjadi tanggung jawab sepenuhnya negara yang bersangkutan dengan penerapan hukum yang berlaku di wilayahnya yaitu hukum nasional negara yang bersangkutan. Lautan yang membentang luas dengan posisi untuk menghubungkan wilayah daratan satu dengan yang lain dan kemungkinan berlaku hukum yang berbeda, didasari atau tidak pada dasarnya setiap insan manusia mempunyai hak untk menikmati kekayaan yang terkandung di dalamnya.
Setiap negara, baik negara pantai maupun negara tidak berpantai mempunyai kebebasan untk melakukan kegiatan-kegiatannya dengan tetap memperhatikan ketentuan yang telah disyaratkan oleh hukum internasional, yang merupakan kesepakatan bersama antara lain kebebasan tersebut meliputi :
-          Kebebasan melakukan navigasi
-          Kebebasan penangkapan ikan
-          Kebebasan memasang kabel dan pipa saluran di bawah permukaan air laut
-          Kebebasan melakukan penerbangan di atas laut lepas
C.    Lintasan Damai Kendaraan Asing
Menurut ketentuan hukum internasional, pada umumnya laut merupakan wilayah lintas damai bagi kendaraan asing, sehingga tidak menunjukkan adanya monopoli bagi negara hukum dalam memanfaatkan sarana laut sebagi lintas transportasi air. Pelayaran selama tidak bertentangan dengan kemanana, ketertiban umum serta kepentingan lainnya yang tidak mengganggu kepentingan dan perdamaian negara republik Indonesia. Dan maksud dari pelayaran adalah untuk melintasi laut wilayah dan perairan pedalaman Indonesia dengan lintasan :
a.       Dari laut bebas ke suatu pelabuhan Indonesia dan sebaliknya
b.      Dari laut bebas ke laut bebas pasal 12 ayat (1)
Maksud dikeluarkannya peraturan pemerintah yang mengatur masalah lintas damai ini, adalah :
1.      Mendukung dalam menjamin kelancaran pelayaran internasional, sehingga pelayaran dengan maksud damai dapat terpenuhi kepentingannya, dengan mengindahkan segala ketentuan yang telah digarikan oleh pemerintah Indonesia.
2.      Dilindungi dan dipenuhinya hak serta kewajiban di perairan Indonesia, sehingga secara jelas dan tegas di dalam pelaksanaannya tidak akan menimbulkan kebabaran yang mengakibatkan kesalahpahaman sehingga tidak mendukung petsetujuan internasional.
3.      Menghilangkan atau mengurangi penyelewangan di laut yang dilakkan oleh kendaraan asing dalam operasinya melintasi wilayah perairan Indonesia.
Mengingat kekayaan Indonesia maka Indonesia diakuinya secara resmi Indonesia sebagai negara kepulauan (konvensi hukum laut III/1982) maka dalam wilaya lautannya dikenal adanaya perairan kepulauan.
D.    Perlindungan dan Pemeliharaan Lingkungan Laut
Kemajuan teknologi dewasa ini telah berkembang jenis alat penangkapan ikan yang dimaksudkan untuk mempermudah cara penangkapan dan menghasilkan yang semaksimal mungkin, kondiri yang demikian itu apabila tanpa memperhatikan ekologinya akan berakibat :
-          Kepunahan jenis ikan tertentu
-          Kemunduran bagi perusahaan yang operasionalnya tergantung dari penangkapan jenis ikan tertentu yang bersangkutan
-          Fungsi kemajuan teknologi di bidang perikanan berangsur-angsur akan mengalami kepunahan
E.     Pengaruh Konferensi Hukum Laut bagi Negara Kepulauan
Masalah kelautan timbul adanya keperluan berbagai pihak yang ingin memangaatkan segala fasilitas laut. Tumbuh berkembangnya hukum laut selain karena adanya kepeningan dengan alasan milik bersama, juga perlu dijaga :
-          Kepentingan yang berkaitan dengan keamanaan dan stabilitas negara
-          Terbatasnya sumber daya, apabila tanpa memperhatikan kemampuan laut
-          Pembagian kepentingan
-          Menjaga dan menuju pelestarian lingkungan laut dengan segala ekosistemnya
            Secara rinci pengaruh konferensi hukum laut tersebut di atas bagi negara pantai maupun negara lainnya sebagai berikut :
1.      Dapat membentuk negara kepulauan, menjamin kepentingan negara tersebut
2.      Memberikan kesempatan negara pantai untukk memperlakukan perluasan wilayah laut
3.      Memperluas tanggung jawab negara pantai terhadap lautan
4.      Berkurangnya wilayah laut bebas menjadi laut territorial
5.      Mendukung pelestarian lingkungan laut yang harus di jaga oleh hukum nasional suatu negara
6.      Mengurangi kebebasan yang semula ada bagi para pengelolaan lautan
            Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau dan bagian pulau-pulau dengan 2/3 wilayahnya merupakan wilayah lautan. Dalam sejarah negara Infonesia di mana wilayah lautnya dlam jarakn 3-6 mil laut diubah menjadi 12 mil laut sebagai perkembangan diundangkannya UU No. 17 tahun 1985 yang meratifikasi konvensi hukum laut tersebut, lebih jauh akan menyatukan dan mewujudkan cita-cita bangsa sebagai negara kepulauan.
Negara kepulauan yang diakui secara resmi melalui konvensi hukum laut II tersebut mempunyai kewajiban :
1.      Menghormati perjanjian internasional yang sudah ada
2.      Menhormati kegiatan-kegiatan lain yang sah dari negara tetangga yang langsung berdampingan
3.      Menghormati hak-hak tradisional penangkapan ikan
4.      Menghormati dan memperhatikan kabel laut yang ada di bagian tertentu perairan pedalaman yang dahulu merupakan laut bebas.



BAB III
WILAYAH DASAR LAUT
A.    Kawasan Dasar Laut
Lautan yang merupakan wilayah air pada dasarnya dapat dibagi dalam 3 bagian :
1.      Permukaan lautan
2.      Dalam lautan
3.      Dasar lautan
Sedangkan apabila wilayah perairan (laut) bukan merupakan teritorial suatu negara, berarti hukum internasional yang berlaku dan menguasai wilayah tersebut, bukan diperlakukan hukum nasional negara mana pun.
Pelayaran di laut lepas merupakan kebebasan dalam arti tidak ada keterikatan dengan suatu kedaulatan maupun hukum nasional suatu negara, namun dalam wilayah ini bukan berarti dalam melakukan apa saja melainkan harus tetap memperhatikan konvensi hukum laut internasional yang mangatur masalah laut lepas.
B.     Landas Kontinen
Dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 1961 khususnya tentang konvensi mengenai dataran kontinental, pada penjelasan pasal 2-nya diungkapkan bahwa negara pantai mempunyai kedaulatan atas kontinentalnya.
Pemerintah mengeluarkan pelanggaran yang telah dikeluarkan pemerintah Indonesia akan mendapatkan ganjaran berupa :
-          Diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 tahun, atau
-          Denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,00
Pelanggaran dengan ancaman tersebut di atas dikenakan terhadap :
1.      Pelanggaran atas ketentuan eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam
2.      Pelanggaran atas ketentuan penyelenggaraan penyelidikan ilmiah kekayaan alam
3.      Dalam melakukan eksplorasi, eksploitasi dan penyelidikanilmiah sumber kekayaan alam di laut kontinen Indonesia, sehingga menimbulkan pencemaran atas :
-          Air laut di landas kontinen Indonesia
-          Meluapnya pencemaran
Kemudahan yang diberikan dalam melaksanakan eksplorasi maupun eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam dapat diperoleh berupa :
-          Dapat dibangunnya instalasi-instalasi di landas kontinen
-          Dapat digunakannya kapal-kapal dan alat-alat lainnya untuk kepentingan kegiatan
-          Dapat dilakukan kegiatan pemeliharaan instalasi-instalasi atau alat-alat yang ada
Dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalah tersebut diatas diberlakkan segala peraturan perundangan yang ada dan relevan dengan masalahnya, tindakan sepihak dari pemerintah Indonesia dapat dilakukan dengan mengambil langkah kebihakan sebagai berikut:
-          Menghentikan sementara waktu kegiatannya
-          Mencabut izin usaha untk tidak melakukan usahanya di wilayah landas kontinen Indonesia
C.    Kewenangan Negara Pantai
Istilah dataran kontingen yang dipergunakan untuk pengertian continental shelf  dan istilah landas kontinen, hal ini menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH diungkapkan bahwa : “untuk membedakan dua pengertian yang berlainan isinya di dalam bahasa Indonesia digunakan dataran kontinen untuk pengertian continental shelf  dalam arti geologis, sedangkan pengertian hukum yang kemudian berkembang daripadanya dinamakan landas kontinen”.
Kewenangan yang dimiliki negara pantai berupa tindakan-tindakan untuk mengambil kebijakan atas hak-haknya yang digunakan untuk membangun maupu  memeliharan instalasi-instalasi, tidak akan mempengaruhi adanya :
1.      Luasnya lautan bebas yang sah pada perairan itu
2.      Territorial negara
3.      Pemasangan saluran pipa
4.      Melakukan usaha-usaha penyelidikan di dataran kontinental.
Dalam penyelidikan ini negara pantai mempunyai hak untuk :
a.       Ikut serta dalam penyelidikan, atau
b.      Keikutsertaannya dengan cara mewakilkan.
D.    Persetujuan Pemerintah Indonesia dengan Beberapa Negara dalam Penetapan Garis Batas Landas Kontinen
Dalam usaha untuk mempererat ikatan tali persahabatan antar negara tetangga khususnya antara pemerintah/negara Indonesia dengan beberapa negara tetangga yang berbatasan, perlu dilakukan bentuk suatu persetujuan dalam menciptakan kerjasama baik secara bilateral maupun multilateral.


BAB IV
ZONA EKONOMI EKSKLUSIF (ZEE)
A.    Konvensi Hukum Laut Internasional
(UU No. 17 Tahun 1985)
            Pengaturan masalah kelautan semakin disadari keprluannya dalam pelayaran internasional, dimaksudkan untuk memberikan kesatuan pandangan dan penafsiran dalam memanfaatkan kepentingan laut.
Secara material konvensi hukum laut tahun 1982 dengan konvensi sebelumnya ada beberapa perbedaan :
Pertama : Tentang landas kontinen
            Di mana pada konvensi hukum laut di Jenewa tahun 1958 dalam penentuan landas kontinen adalah kedalaman air 200 M atau kemampuan dalam melakukan ekpolari.
Kedua : Tentang laut teritorial
            Dalam konvensi hukum laut tahun 1958 dan tahun 1960 tidak dapat memecahkan persoalan lebar laut teritorial yang dapat digunakan sebagai patokan secara umum karena tidak ada keseragama penentuakn lebar laut tritorial dan masing-masing negara memperhatikan kepentingannya sendiri.
Ketiga : Tentang laut lepas
            Dalam konvensi Jenewa tahun 1958 wilayah laut lepas dimulai dari batas terluar laut teritorial, sedangkan dalam konvensi tahun 1982 bahwa laut lepas tidak mencakup zona ekonomi eksklusif, laut teritorial perairan pedalamn dan perairan kepulauan.
B.     Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia ( Z E E I )
Wilayah perekonomian yang merupakan zona laut dengan kewenangan sebatas di bidang perekonomian saja masing-masing memberikan kemudahan lain sepanjang berkaitan dengan lintas damai.
Ketentuan umum undang-undang tentang ZEEI ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan sumber daya alam hayati adalah suma jenis binatang dan tumbuhan termasuk bagian-bagiannya yang terdapat di dasar laut dan ruang air di zona ekonomi eksklusif Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan sumber daya alam non hayati adalah unsur alam di luar sumber daya alam hayati yang terdapat di dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang air di zona ekonomi ekslusif Indonesia.
C.    Hak dan Kewajiban di ZEEI
Suatu keadaan yang dimungkinkan terjadi dalam menentukan batas zona ekonomi eksklusif antara negera Indonesia dengan negara lain bertetangga, pantai saru dan lainnya berhadap-hadapan serta berbatasan, maka dalam penentuan batasnya dilakukan dengan melalui pembicaraan atau perundingan, seperti pasal 3 UU No. 5/1983.
Dengan memperhatikan keadaan ersebut di atas pada Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia mempunyai dan melaksanakan :
1.      Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pengelolaan dan berupaya untuk melindungi
2.      Hak untuk melaksanakan penegakan hukum dilakukan oleh aparat yang menangani secara langsung
3.      Hak untuk melaksanakan hot porsuit terhadap kapal-kapal asing yang melakukan pelanggaran atas ketentuan ZEEI
4.      Hak ekslusif untuk membangun, mengizinkan dan mengatur pembangunan
5.      Hak untuk menentukan kegiata ilmiah berupa penelitian dengan diterima permohonan yang diajukan pada pemerintah
D.    Penegakan Hukum di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia
Jarak 200 mil laut yang merupakan wilayah ekonomi dengan kedaulatan yang melekat khususnya berkaitan dengan masalah ekonomi, mengandung arti bahwa untuk hal yang tidak berkaitan dengan kegiatan ekonomi Indonesia tidak mempunyai kekuasan untuk mengatur kecuali yang berakibat pencemaran laut. Aparat penegak hukum ZEEI Indonesia dalam memelihara zona mengambil langkah menurut peraturan perundangan UU No. 5 tahun 1983, KUHAP, KUHP dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Apabila berpegang pada teori yang biasanya ada 4 asas mengenai berlakunya KUHP
1.      Asas territorial atau asas wilayah
2.      Asas nasional aktif atau personalitas
3.      Asas nasional pasif atau asas perlindungan
4.      Asas universalitas
E.     Pidana dan Jenis Tindak Pidana
Merupakan sanksi terhadap tindakan yang melanggar suatu ketentuan tertentu sehingga dapat diancam pidana berupa :
a.       Hukuman pokok, yang meliputi :
1.      Hukuman mati
2.      Hukuman penjara
3.      Hukuman kurungan
4.      Hukuman denda
b.      Hukuman tambahan yaitu :
1.         Pencabutan beberapa hak-hak tertentu
2.         Perampasan barang tertentu
3.         Pengumuman putusan hakim
Dalam undang-undang No. 5 tahun 1983 mengatur tentang keadaan ZEEI Indonesia terdiri dari 21 pasal dan hanya 2 pasal yang mengatur masalah pidana yaitu pasal 16 dan pasal 17. Dengan tujuan yang terdapat dalam pasal 4 :
a.       Tercapainya keselarasan hubungan manusia dengan lingkungan hidup untu membangun Indonesia seutuhnya
b.      Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana
c.       Terwujudnya manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan hidup.


BAB. V
PENELAAHAN KASUS
A.    Kapal Chyag Tai Nomor I dan Chyag Tai Nomor II
1.    Kasus Posisi
Pada hari Senin tanggal 1 Juni 1991, di perairan Laut China Selatan zona ekonomi ekslusif Indonesia masuk dua kapal KM. Chyag Tai Nomor I dan KM. Chyag Tai Nomor II berbendera Taiwan diduga menangkap ikan secara tidak sah. Berjumlah 23 orang melawan hukum penangkapan ikan di ZEEI tanpa surat izin penangkapan dari Pemerintah Indonesia, dibawa oleh KRINALA-363 ke wilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Pinang.
Pada waktu saksi melakukan penggeledahan ditemukan :
·         Jaring dalam keadaan tidak terbungkus rapi
·         Ada yang masih dalam keadaan terurai ke laut
·         Jaring dalam keadaan basah dan di dalamnya terdapat beberapa ikan kecil yang masih dalam keadaan segar
·         Di dalam palka ditemukan jenis ikan dengan berat kurang lebih 15 ton
·         Ditemukan berbagai ikan taksir berat kurang lebih 12 ton
2.    Tuntutan
Jaksa penuntut umum mengajukan tuntutannya sebagai berikut :
1)   Menyatakan para terdakwa bersalah melakukan tindakan pidana ini
2)   Menjatuhkan pidana
3)   Menyatakan barang bukti
4)   Membebankan biaya perkara Rp. 5.000,- secara tanggung renteng kepada para terdakwa
3.    Putusan Hakim Pengadilan Negeri
Para terdakwa dibebaskan dan menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut umum batal demi hukum, serta membatalkan penyitaan terhadap barang bukti dan mengembalikannya kepada para terdakwa, berupa :
1.      Dua buah kapal ikan dan perlengkapannya
2.      Uang hasil pelelangan ikan sebesar Rp. 8.924.000,-
3.      Uang sebesar $1.500.

4.      Upaya Hukum (Kasasi)
Keberatan diajukan oleh pemohon pada dasarnya sebagai berikut :
1)      Putusan pengadilan Negeri membebaskan para terdakwa adalah hak tidak murni
2)      Bahwa pengadilan Negeri salah menerapkanhukum atau tidak merupakakn hukum sebagaimana mestinya
3)      Cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang

5.      Pertimbangan Mahkamah Agung
Mahkamah Agung berpendapat :
1)      Pengadilan Negeri dengan putusan “membebaskan terdakwa-terdakwa” adalah membebaskan terdakwa-terdakwa dari segala tahanan dan bukan pembebasan terdakwa-terdakwa dari segala dakwaan
2)      Keberatan dari jaksa penuntut umum dapat dibenarkan dengan alasan-alasan

6.      Putusan Mahkamah Agung
Menyatakan para terdakwa beserta hukuman:
1)   Terdakwa 1 dengan pidana denda sebesar Rp. 20.000.000,00
2)   Terdakwa 2 dengan pidana denda sebesar Rp. 15.000.000,00
3)   Terdakwa 3 dengan pidana denda sebesar Rp. 10.000.000,00
4)   Terdakwa 4 dengan pidana denda sebesar Rp. 10.000.000,00
Menyatakan barang bukti berupa :
1.      Kapal ikan KM. Chyag Tai No. I beserta peralatannya
2.      Kapal ikan KM. Chyag Tai No. II besrta peralatannya
3.      Uang hasil lelang ikan sebesar Rp. 8.924.000.00

B.     Kapal Hung Tung I
1.      Kasus Posisi
Pada tanggal 27 Oktober 1985 ketika kapal TNI-AL RI menginsidi sedang melakukan patroli di wilayah perairan Republik Indonesia telah bertemu dengan kapal berndera asing (Taiwan) di wilayah perairan propinsi Sulawesi Utara.
2.      Penyelidikan
Penyelidikan sesuai dengan pasal 14 undang-undang Nomor 5 tahun 1983, penyidikan dilakukan terhadap tersangka sebanyak 16 orang, masing-masing mereka mengakui bahwa :
-          Telah memasuki wilayah perairan Indonesia
-          Masing-masing mempunyai buku pelaut dan mengakui kapalnya tidak dilengkapi izin untuk berlayar
-          Tersangka mengatakan bahwa sejak berangkat dari Taiwan tujuan mengangkap ikan di perairan Australia
-          Tersangka tidak tahu kalau berlayar di Indonesia jaring penangkapan harus terbungkus rapi dan tersimpan dalam paika
3.      Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Terdakwa telah melakukan percobaan usaha penangkapan ikan tanpa memiliki izin usaha perikanan dari pemerintah RI. Bahkan keberadaan mereka terdakwa di wilayah kedaulatan RI tanpa memiliki dokumen imigrasi yang sah.

4.      Putusan Pengadilan Negeri
Terdakwa 1, dengan denda Rp. 20.000.000,00 kalau tidak dibayar diganti dengan kurungan 6 bulan
Terdakwa 2, 3, 4 dengan denda Rp. 10.000.000,00 kalau tidak dibayar diganti dengan kurungan 5 bulan
Terdakwa 5, 6 dengan denda Rp. 150.000,00 kalau tidak dibayar diganti dengan kurungan 1 bulan.
Selain daripada itu barang bukti berupa 1 kapal ikan Hung Tung I beserta perlengkapannya dirampas untuk negara dan terdakwa 1 sampai 6 membayar biaya perkara masing-masing Rp. 7.500,00,-
5.      Putusan Pengadilan Tinggi
Dalam pemeriksaan tingkat banding, putusan pengadilan negeri telah diperbaiki oleh pengadilan tinggi Manado tanggal 24 Juni 1986 Nomor 54/Pid/1986/PT.mdo. dalam hal ini diubah mengenai pidananya dan barang bukti
6.      Putusan Mahkamah Agung
Ternyata Mahkamah Agung dengan putusan Nomor 1647 K/Pid/1987 tanggal 4 Pebruari 1987 menolak permohonan kasasi. Dengan putusan Mahkamah Agung tersebut, maka putusan Pengadilan Tinggi Manado Nomor 54/Pid/1986 PT. Mdo telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post